About

LightBlog

Breaking

Senin, 02 Juli 2018

MAKALAH ASBABUN NUZUL


 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Quran Allah SWT turunkan ke dunia melalui Nabi Muhammad SAW untuk menjadikan penerang bagi dunia, mengeluarkan dari kejahiliyahan dan kebodohan menuju ke tatanan yang terang dan bercahaya[1] Islam adalah agama Allah yang lurus, yang sejak zaman dahulu di yakini kenbenerannya oleh beratus juta manusia. Sepanjang sejarahnya dari zaman ke zaman, semenjak Allah Swt mengutus Rasul pilihanNya Muhammad Saw, ke tengah-tengah kehidupn sampai saat ini Islam masih tetap diyakini kenenaran ajaran-ajarannya, dan para pemeluknya tersebar di belahan bumi timur mapun di barat. Mereka yakin bahwa di dalam agama Allah itu terdapat unsur ajaran yang mendatangkan kebahagiaa hidup di dunia dan akhirat. Kenyataan tersebut membuktikan kebenaran firman Allah Swt dalam Al-Qura’an :
Sungguhlah telah datang kepada kalian cahaya (agama) dari Allah dan kitab yang amat terang dan jelas. Dengan kitab itu lah Allah melimpahkan hidayat kepada orang-orang yang mengikuti keridhoanNya ke jalan keselamatan. Dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya terang benderang atas izin-Nya dan menunjukan jalan yang lurus kepada mereka (Al-Ma’idah, 15-16).[2]
       Tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam Al-Qur’an banyak terdapat hal-hal yang samar dan global. Sehingga fungsi ideal Al-Qur’an dalam operasional dan realitasnya tidak bisa diterapkan begitu saja, akan tetapi masih membutuhkan pemikiran yang mendalam dan analisis untukya. Sehingga keberadaan penafsiran Al-Qur’an adalah mutlah diperlukan untuk mempermudah dalam memahami isi kandungan Al-Qur’an tersebut.

B.  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Tafsir ?
2.      Macam-macam Tafsir ?
3.      Metodelogi Tafsir ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tafsir
Dalam bahasa Arab kata tafsir berasal dari akar-kata al-fasr yang berarti : penjelasan atau keterangan, yakni, menerangkan atau mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Keterangan yang memberikan pengertian tentang sesuatu disebut tafsir. Jadi, keterangan atau penjelasan itulah yang menyampaikan pengertian tentang sesuatu itu begini atau begitu. Tafsir al-Qur’anul-Karim ialah penjelasan atau keterangan tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla yang memberikan pengertian mengenai susunan kalimat yang terdapat dalam Qur’an.
Dalam Al-Qur’anul Karim,kata tafsir diungkapkan hanya satu kali saja dalam surat Al-Furqan ayat 33 :
“Tidak orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar paling penjelasannya.” (Q’S. Al-Furqan : 33)[3]
Kata tafsir sebagai istilah, dikalangan para ulama mempunyai dua makna, makna yang pertama adalah sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas,. Sedangkan makna yang kedua mengandung pengertian bahwa tafsir merupakan bagian dari ilmu badi’, yaitu salah satu cabang ilmu sastra Arab yang mengutamakan keindahan makna dalam penyusunan kalimat. Tafsir sangat diperlukan karena setiap orang mengemukakan fikiran dengan cara menyampaikan serangkaian kalimat yang kadang-kadang tidak akan dapat dimengerti maksud dan tujuannya dengan jelas tanpa di susul dengan kalimat-kalimat lain yang bersifat menjelaskan.
Sebagian ulama mengatakan, kata tafsir sebagai istilah berarti : ilmu tentang turunnya ayat-ayat Qur’an, sejarah dan situasi pada saat ayat-ayat itu diturunkan, juga sebab-sebab diturunkannya ayat : meliputi sejarah tetang penyusunan ayat yang turun di Makkah (Makkiyyah) dan yang di Madinah (Madaniyyah), ayat-ayat yang Muhkamat (terang dan jelas maknanya) dan yang Mutasyabihat (yang memerlukan penafsiran atau penta’wilan), ayat-ayat yang Nasikh (menyisihkan) dan yang Mansukh (disihkan), ayat-ayat bermakna khusus dan bermakna umum, ayat-ayat mutlak dan yang Muqayyad (terikat oleh ayat lainnya),  ayat-ayat bersifat Mujmal (garis besar) dan Mufashshal  (terperinci), ayat-ayat yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, ayat-ayat yag menjanjikan pahala dan memperingatkan akan azab siksa, ayat-ayat bermakna perintah dan yang bermakna larangan, aat-ayat yang bersifat memberikan pelajaran dan lain sebagianya.
Yang jelas, kata tafsir dalam agama Islam secara khusus menunjuk kepada masalah penafsiran Qur’an dan juga tafsir yang terkenal dengan nama “Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir”.
Adakalanya kata tafsir diartikan sama dengan kata ta’wil yang berasal dari akar-akar al-aulu yang bermakna ”kembali”. Dalam hal ini orang yang menafsirkan ayat Qur’an menguraikannya sedemikian berupa berdasarkan pokok pengertian yang terkandung di dalam ayat itu sendiri. Ada juga yang mengatakan bahwa ta’wil berasal dari akar kata iyalah yang berarti “pengendalian”. Jadi, orang yang memberikan ta’wil seolah-olah mengendalikan ucapannya dan meletakkan makna menurut yang semestinya.
Sekali pun kata ta’wil acapkali diartikan sama dengan tafsir, namun para ulama berbeda pendapat mengenai hubungan antara kedua kata tersebut : yaitu, apakah keduanya bermakna satu dan sinonim ataukah masing masing mempunyai arti sendiri-sendirian ? Sebagian ulama berpendapat bahwa dua kata tersebut mempunyai satu makna. Ar-Raghib Al-Ashfani berpendapat, tafsir lebih bermakna umum di banding ta’wil dan lebih banyak dipergunakan untuk menerangkan mufradatnya (kosakatanya). Sedangkan kata ta’wil lebih bnyak dipakai untuk menerangkan makna susunan kalimat. [4]
B.  Macam-macam Tafsir
1.      Tafsir Berdasarkan Sumbernya
             Berdasarkan sumber penafsirannya, tafsir terbagi kepada dua bagian : Tafsir Bil-Ma’tsur dan Tafsir Bir-Ra’yi. Namun sebagian ulama ada yang menyebutkkan tiga bagian yaitu :
a.       Tafsir Bilma’tsur adalah tafsir yang menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber penafsirannya.
b.      Tafsir Bir-Ra’yi adalah tafsir yang menggunkan rasio akal sebagai sumber penafsirannya.
c.       Tafsir Bil Isyarah, penafsiran Al-Qur’an dengan firasat atau kemampuan intuitif yang biasanya dimiliki oleh tokoh-tokoh syufi, sehingga tafsir jenis ini sering juga disebut sebagai tafsir shufi.



2.      Tafsir berdasarkan Coraknya
             Corak penafsiran yang dimaksud dalam hal ini adalah bidang keilmuan yang mewarnai suatu kitab tafsir. Jadi ini terjadi karena mufassir memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda-beda, sehingga tafsir yang dihasilkannya pun memiliki corak sesuai dengan disiplin ilmu yang dikuasainya.
Berdasarkan corak penafsirannya, kitab-kitab tafsir terbagi kepada beberapa macam. Diantaranya sebagai berikut :
a.       Tafsir Shufi/Isyari, Corak penafsiran ilmu tasawwuf yang dari segi sumbernya termasuk tafsir Isyariy.
b.      Tafsir Fiqhy, corak penafsiran yang lebih banyak menyoroti masalah-masalah fiqih. Dari segi sumber penafsirannya, tafsir bercorak fiqhi ini termasuk bilma’tsur.
c.       Tafsir Ilmiy, yaitu tafsir yang dalam penjelasannya menggunakan pendekatan filsafat, termasuk dalam hal ini adalah tafsir yang bercorak kajian ilmu kalam. Dari segi sumber penafsirannya tafsir bercorak Falsafiini juga termasuk tafsir bir-Ra’yi.
d.      Tafsir bil Ilmiy, yaitu tafsiryang lebih menekankan pembahasannya dengan pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan umum. Dari segi sumbernya penafsirannya tafsir bercorak ilmiy ini juga termasuk tafsir bir-Ra’yi.
e.       Tafsir Al-Adab al-ijtima’i, yaitu tafsir yang menekankan pembahasannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Dari segi sumber penafsirannyatafsir bercorak al-Adab al-Ijtima’ ini termasuk tafsir bir-Ra’yi. Namun ada juga sebagian ulama yang mengkatagorikannya sebagai tafsir Bil-Izdiwaj (tafsir campuran) karena prosentase atsar dan akal sebagai sumber penafsiran dilihatnya seimbang.[5]
C.  Metodologi Tafsir
Metodologi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, methodology, yang pada dasarnya berasal dari bahasa Latin methodus dan logia yang kemudian diserap oleh bahasa Yunani menjadi methodos yang berarti cara atau jalan dan logos yang berarti kata atau pembicaraan. Dengan demikian, metodologi merupakan wacana tentang cara melakukan sesuatu. Dalam bahasa Arab,  metodologi diterjemahkan dengan manhaaj atau minhaaj, seperti halnya yang terdapat pada Surah Al-Maidah Ayat 48 sebagai berikut :
       (Dan Kami telah menurunkan kitab (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan. (Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 48).
       Adapun dalam bentuk bahasa Indonesia, metodologi diartikan dengan “ilmu atau uraian tentang  metode”. Sedangkan metode sendiri berarti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud  (dalam  ilmu pengetahuan dan sebagainya) cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan”. Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, dalam pengertian luas, metodologi merujuk pada arti proses, prinsip dan prosedur yang diikuti dalam mendekati persoalan dan menemukan jawabannya.[6]
jika dilihat dari segi teknis atau cara bagaimana mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an, maka tafsir itu dapat dikategorikan dalam beberapa macam, yaitu tahlili, muqaram, mujmal, dan mawdhu’i.
1.      Tahlili (Analitis)
            Tafsir tahlili (analisis) ialah menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf. Seorang mufassir, dengan menggunakan metode ini, mengalasisi setiap kosakata atau lafal dari aspek abahsa dan makna. Analisi. Dari aspek bahasa meliputi keindahan susunan kalimat, ijdz, badi’, ma’ani, bayan, haqiqat, majaz, kinayah, isti’drah, dan lain sebagainya. Dan dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, hukum, akidah, moral, perintah, larangan, relevansi ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah, dan lain sebagainya.
             Metode tahlili merupakan cara yang dipergunakan oleh para mufassir klasik masa lalu. Di antara buku tafsir yang menggunakan metode tahlili adalah tafsir Al-Qurthubi, Ibu Katsir, Tafsir Ibnu Jarir, dan lain sebagainya.
2.      Muqaran (Global)
            Secara harfiah muqran berarti perbandingan, secara istilah, tafsir muqaran berarti suatu metode atau teknik menafsirkan Al-Qur’an dengan cara memperbandingkan pendapat seorang mufassir dengan mufassir lainnya mengenai tafsir sejumlah ayat. Dalam perbandingan ini, mufassir menjelaskan kecenderungan masing-masing mufassir dan mengungkap sisi-sisi subjektivitas mereka, yang tergambar pada legitimasi terhadap mazhab yang dianutnya, selain itu, tafsir muqaran juga memperbandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya, atau perbandingan antara ayat dengan hadis. Yang diperbandingkan itu adalah ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis yang memperbincangkan pesoalan yang sama.
             Berdasarkan penjelasan di atas, maka tafsir muqaran dapat dikategorikan kepada tiga bentuk : pertama memperbandingkan suatu ayat dengan ayat lainnya, kedua memperbandingkan ayat Al-Qur’an dengan hadis, dan ketika memperbandingkan suatu tafsir dengan tafsir lainnya mengenai sejumlah ayat yang di tetapkan oleh mufassir itu sendiri.
       Ada beberapa tahap yang dilalui dalam menggunakan metode tafsir muqaran yang memperbandingkan tafsir para ulama tersebut, yaitu sebagai berikut :
a.       Menentukan sejumlah ayat yang akan ditafsirkan. Penentuan ini, bisa berdasarkan tema atau lainnya.
b.      Mengumpulkan dan mengemukakan pendapat para ulama tafsir mengenai pengertian ayat tersebut, baik ulama salaf maupun ulama khalaf dan baik berdasarkan riwayat maupun ijtihad.
c.       Melakukan analisis perbandingan terhadap pendapat-pendapat para mufassir itu dengan menjelaskan corak penafsiran, kecenderungan, dan pengaruh mazhab yang dianutnya yang tergambar dalam penafsiran ayat tersebut.
d.      Menentukan sikap dan menerima penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak dapat diterimanya. Hal ini tentu saja dengan mengemukakan sejumlah argumen kenapa ia mendukung suatu tafsir dan menolak yang lainnya.

Jika tafsir muqaran itu memperbandingkan antara ayat dengan ayat atau antara ayat dengan hadis, maka proses yang perlu dilalui oleh mufassir itu adalah menentukan ayat-ayat atau hadis yang akan diperbandingkan itu. Penentuan itu bisa didasarkan atas tema atau lainnya.
3.      Ijmali (Komparatif)
Secara harfiah, kata ijmali berasal dari ajmala yang berarti menyebutkan sesuatu secara tidak terperinci. Maka tafsir ijmali dapat diartikan kepada penjelasan maksud ayat Al-Qur’an secara umum dengan tidak memperincinya atau pejelasan singkat tentang pesan-pesan ilahi yang terkandung dalam suatu ayat. Para mufassir yang menggunakan metode ini menyajikan kepada pembaca isi kandungan ayat, tanpa mengulas secara luas sehingga mudah dipahami oleh para pembaca dann mereka merasa penafsiran tidak jauh dari konteks.
Tafsir ijmali, biasanya, menjelaskan makna ayat secara berurutan, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan mushaf usmani. Dan terkadang mufassir juga menjeaskan sebab turun ayat. Di antara buku tafsir yang menggunkan metode ini adalah tafsir Al-Jalayn karya Jalaluddin As-Sayuti dan Jalaluddin Al-Mahallli, Shafwah Al-Bayan li Ma ani Al-Quran karya Husnai Muhammad Makhlut, dan At-Tafsir Al-Wadhih Karya Muhammad Mahmud Hijazi.
4.      Mawdhu’i (Tematik)
            Tafsir mawdhu’i (tematik) ialah menafsirkan ayat Al-Qur’an tidak berdasarkan atas urutan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan masalah yang dikaji. Mufassir, dengan menggunkan metode ini, menentukan permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam Al-Qur’an. Kemudian, dia mengumpulan ayat-ayat yang berkenaan dengan masla’ah tersebut yang tesebar dalam berbagai surah.
Ada beberapa langkah yang mesti ditempuh seorang mufassir ketika menggunakan teknik penafsiran ini yaitu :
a.       Menentukan permasalahan atau topik yang akan dikaji.
b.      Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dan pandangannya dalam Al-Qur’an.
c.       Mengumpulan ayat-ayat yang berbicara mengenai topik tersebut, yang tersebar dalam berbagai surah.
d.      Menyusun ayat-ayat itu sesuai dengan kronologis turunnya (jika memungkinkan)
e.       Menjelaskan maksud ayat-ayat tersebut bersarkan penjelasan ayat yang lain, perkataan Nabi Muhammad SAW, sahabat,dan analisi bahasa.
f.       Membuat suatu kesimpulan tentang jawaban permasalahan yang terkandung dalam topik yang dibahas.
Tafsir tematik dapat pula didasarkan atas suatu surah, seperti tafsir Surah Al-Baqarah (2). Artinya, nama surah itu dijadikan tema yang akan diperbincangkan dalam suatu karya tafsir. Karena nama surah diangkat menjadi suatu tema, mka ayat-ayat yang terdapat di dalamnya memperbincangkan hal-hal yang berkaitan dengan naam surah tersebut, dan ia saling berkaitan ntara satu dengan lainnya oleh sebab itu, penafsiran ini mesti ditunjang oleh ilmu munasabah yang dapat membantu mufassir melihat hunugan atau keserasian ayat-ayat tersebut. Musthafa Muslim menegaskan bahawa ilmu munasabah mempunyai hubungan yang erat dengan tafsir maudhu’i khusunya tema suatu surah. Sebab, ayat-ayat itu diturunkan dalam waktu dan latar belakang yang berbeda kemudian dimasukkan dalam satu surah. Akan tetapi, ketika dibaca terlihat ayat-ayat itu berada dalam suatu tema dan yang sama.[7]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an sebagai petunjuk Allah SWT kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sudah paripurna, dan pelengkap dari kitab-kitab sebelumnya.[8] Karena Al-Qur’an diturunkan sebagai kitab suci terakhir dan ditunjukan untuk seluruh manusia tidak terbatas pada suku bangsa atau ras tertentu, tentu masa keberlakuannya tidak terbatas pada masa tertentu saja namun sampai Hari Akhir. Denga demikian, AL-Qur’an akan selalu mengikuti perkembangan aman, seiring dengan perkembangan zaman, metode penafsiran dalam memahami Al-Qur’an juga telah berkembang pula seperti yang telah diterangkan di atas. Kajian-kajian tafsir tematik seyogyanya giat dilakukan oleh umat Islam untuk menjawab permasalahan-permasalahan di masyarakat yang sangat kompleks.
B.     Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
            Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’annul Karim, 3: 15-16, 14 : 1, 5 : 16, 5 : 44-49, 25 : 33,

Yusuf. M Kadar, 2009. Studi Alqur’an, Jakarta : Sinar Grafika Offiset.

Asy-Syirbashi Ahmad, 1996. Sejarah Tafsir Al-Qur’an  Jakarta : Pustaka Firdaus

Rindufidati  Metodologi Tafsir (Tahlili, Ijmali,Maudhu’i, Muqorrin) diakses dari https:// rindufidati.wordpress.com/2015/04/17/metodologi-tafsir-tahliliijmalimaudhuimuqorrin/
pada tanggal (11 Oktober 2017)

Anonim, “Macam-macam Tafsir”, diakses dari
www.sarjanaku.com/2010/10/macam-macam-tafsir-berdasaarkan.html                                 pada tanggal (11 Oktober 2017)



[1] Al-Qur’an 5 : 16 , 14 : 1
[2] Al-Qur’an 3 : 15-16
[3] Al-Qur’an Surat Al-Furrqan 25 : 33
[4] Asy-Syirbashi Ahmad, “Sejarah Tafsir Al-Qur’an” (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996) Hal 5-6
[5] Anonim, “Macam-macam Tafsir”, diakses dari www.sarjanaku.com/2010/10/macam-macam-tafsir-berdasaarkan.html pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul 9:45 Wib
[6] Rindufidati “Metodologi Tafsir (Tahlili, Ijmali,Maudhu’i, Muqorrin) diakses dari https:// rindufidati.wordpress.com/2015/04/17/metodologi-tafsir-tahliliijmalimaudhuimuqorrin/ pada tanggal 11 Oktober 2017 Pukul 14:37
[7] Yusuf. M Kadar, “Studi Alqur’an”, (Jakarta : Sinar Grafika Offiset, 2009) Hal 143-147
[8] Al-Qur’an 5 : 44-49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar